Nampaknya entry saya berkenaan Cabaran Breastfeeding ada sambutan :) *Okey mungkin sy perasan sendiri je kut*
Setelah entry itu didapati visitor saya semakin bertambah. Mungkin kerana ada ibu-ibu menyusu yang tidak bersetuju dengan statement saya yang menyatakan "Redha, ini jela rezeki utk anak". Ini adalah kerana mereka telah berusaha dan berazam untuk menyusukan anak selama 2 tahun namun susu semakin berkurangan dan tidak mencukupi 2 tahun.
Sebenarnya statement ini saya tujukan kepada ibu-ibu yang tidak berusaha dan hanya bergantung kepada ketentuan tuhan. Sebab, orang-orang dikeliling saya yang tidak mementingkan penyusuan ibu, langsung tidak berusaha untuk mencapai menyusu selama 2 tahun. Apabila susu badan mereka telah berkurang dengan mudah berkata susu badan saya sikit, keturunan saya memang susu sikit dan lain-lain.
Kepada ibu-ibu yang betul-betul mengalami masalah penyusuan saya mintak maaf,tidak ada niat untuk membuat anda semua terasa hati atau menyatakan belum cuba belum tahu *Sebab saya tiada pengalaman lagi*
Mungkin ada yang menyatakan Surah Al-Baqarah ayat 233 memberi kelonggaran untuk ibu menghentikan penyusuan kepada baby. Namun, ayat Al-Quran mengandungi ayat tersirat. Diharapkan ibu-ibu yang mencari alasan tidak dapat menyusukan anak selama 2 tahun janganlah menggunakan ayat Al-Quran sebagai alasan untuk menghentikan penyusuan secara sengaja. Di highlightkan lg sekali secara sengaja yakni tanpa usaha, ilmu, doa dan kesungguhan. Jika dibaca sekali lalu, memang ayat Al-Quran ini memberi kelonggaran kepada penyusuan ibu namun lihatlah ketegasannya dan di akhir sekali
"Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, serta ketauhilah, sesungguhnya Allah sentiasa melihat akan apa jua yang kamu lakukan."
Tidakkah anda rasa bersalah mengambil Hak Menyusu Bagi Seorang Anak yang telah Allah tetapkan rezeki anak itu. Seperti yang saya nyatakan dalam entry cabaran breastfeeding lalu, bukan mudah untuk ibu menyusukan anaknya. Saya tidak sekali menyatakan breastfeed itu senang. Saya tahu cabaran breastfeeding itu terlalu banyak. Terlalu ramai ibu menangis kerana masalah breastfeeding ini. Allah telah mengetahui segalanya, sebab itulah Allah menurunkan Surah ini. Saya berharap agar ibu-ibu tidak mudah mengalah dengan masalah2 penyusuan dan sentiasa berusaha mencapai keredhaan Allah. InsyaAllah
Sumber: http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=143
Artikel Quran :
Pelajaran dari SURAT AL-BAQARAH AYAT : 233 (Hak Menyusu Bagi Seorang Anak)
Berikut ini adalah beberapa tambahan pelajaran yang dapat diambil dari surat Al-Baqarah ayat: 233, tentang hak menyusu bagi seorang anak, yang belum disebutkan dalam edisi yang lalu.
Diantara pelajaran-pelajaran yang dapat diambil adalah :
Wajib atas ahli waris memberikan nafkah kepada anak yang ditinggalkannya (jika ayah dari anak tersebut telah meninggal dunia, pen.), sebagaimana ayat, { وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذلِكَ } "Dan warispun (ahli waris) berkewajiban demikian" ; demikian pula bahwa kewajiban memberi nafkah kepada yang menyusui agar anaknya dapat menyusu merupakan dalil atas wajibnya memberikan nafkah terhadap anak yang menyusu itu sendiri. *Peruntukan kewangan adalah penting dalam memastikan penyusuan ibu*
Bahwa dibolehkan bagi seorang ibu untuk menyapeh anaknya sebelum sempurna dua tahun masa susuan, akan tetapi dengan syarat saling ridha dan musyawarah antara kedua orangtua anak tersebut demi kemashlahatan anak dan mereka berdua. Sebagaimana ayat, { فَإِنْ أَرَادَا } "Apabila keduanya ingin", yaitu, kedua orang tua, { فِصَالاً } "menyapih", maksudnya, berhenti menyusui bayi tersebut sebelum dua tahun, { عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا } "dengan kerelaan keduanya", di mana keduanya ridha, { وَتَشَاوُرٍ } "dan permusyawaratan", antara mereka berdua apakah hal itu merupakan kemaslahatan bayi ataukah tidak? Apabila ada maslahat (untuk si bayi) dan mereka berdua rela, { فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا } "maka tidak ada dosa atas keduanya", untuk penyapihannya kurang dari dua tahun. *Penekanan bermusyawarah membawa maksud setelah beusaha dan masalah tidak dapat dielakkan kerana akan membawa penderitaan kepada ibu atau anak itu*
Inayah Allah Ta’ala kepada bayi-bayi yang masih dalam masa menyusu; karena tidaklah dibolehkan menyapih mereka sebelum dua tahun penuh kecuali setelah adanya saling ridha antara kedua orangtuanya (antara ibu yang melahirkan dan ayah yang menanamkan benih), dan saling bermusyawarah. *Ada ketegasan tidak dibolehkan menyapih mereka sebelum dua tahun penuh *
Bahwa hal itu tidaklah cukup hanya dengan saling ridha antara kedua pasangan yang menyebabkan kelahirannya saja, bahkan haruslah hal itu setelah terjadi musyawarah, dan mengulang, melihat dan memperhatikan serta menimbang kembali dalam masalah itu sehingga apabila benar-benar didalam penyapihan tersebut terdapat mashlahat bagi sang bayi tersebut, maka hal itu baru dibolehkan.
Bolehnya seseorang untuk meminta orang lain (para ibu yang biasa menyusui, atau seorang wanita yang bukan ibu dari anaknya, pen) untuk menyusui anaknya, sebagaimana ayat, “jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu …“. Dan apabila ibu kandungnya meminta untuk menyusuinya sendiri, lalu suaminya atau ayah dari anak tersebut berkata, ‘Susukanlah anak itu kepada selain ibunya’, maka ayahnya tersebut dipaksa untuk menyepakati keinginan ibu anaknya untuk menyusui. Berdasarkan firman Allah, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya…”; Allah ta’ala memulai ayat tersebut dengan ‘Para Ibu…’; karena seorang ibu lebih sayang (kepada anaknya) , dan air susunya lebih baik dan lezat bagi anaknya, demikian pula bahwa hal itu lebih menumbuhkan kasih sayang antara seorang ibu dan anaknya. *Ketegasan penyusuan ibu sehingga mengupah ibu susuan yang tiada kaitan dengan keluarga kita menunjukkan betapa Allah pentingkan susu ibu ini*
Apabila dikatakan, bagaimana apabila ibu tersebut meminta upah dari menyusui kepada ayah anak yang disusui (bekas suaminya) lebih dari yang lainnya, apakah wajib untuk memenuhinya?, maka dijawab, ‘Jika lebihnya atau tambahannya hanya sedikit, maka wajib untuk memenuhinya, dan jika banyak maka tidak wajib untuk memenuhinya’.
Apabila ditanyakan, apakah boleh bagi seorang ibu meminta upah (persusuanya) sedangkan ia masih dalam ikatan penikahan dan tinggal bersama suaminya (ayah dari anak yang disusuinya)?, maka dijawab, ‘bahwa dalam masalah ini ada dua pendapat dikalangan para ulama; dan yang rajih (kuat) adalah bahwa tidak dibolehkan baginya meminta upah (persusuannya), karena telah tercukupi dengan nafkah suami kepadanya dengan sebab (ikatan pernikahan).
Wajib atas seorang ayah (yang menyusukan anaknya kepada orang lain) memyerahkan upah (persusuan) dengan ma’ruf atau yang sepatutnya, yaitu tanpa menunda-nunda, dan mengurangi. Sebagaimana ayat, “apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut".
Bahwa tidaklah wajib bagi seorang yang mempekerjakan (seperti orang yang meminta agar anaknya disusui, pen.) kecuali apa yang telah menjadi kesepakatan dalam aqad pekerjaannya, sesuai ayat tersebut diatas. Maka apabila orang yang dipekerjakan meminta kepadanya untuk menambah dari upah yang telah disepakati maka tidak wajib baginya untuk memenuhinya; walaupun kebutuhan bertambah.
Kewajiban bertaqwa kepada Allah Ta’ala sebagaiman perintah dalam ayat diatas.
Wajib beriman dengan nama-nama Allah dan apa-apa yag terkandung didalam nama-nama tersebut berupa sifat-sifat yang mulia. Sebagaimana ayat, “dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Peringatan keras dari menyelisihi perintah Allah, karena Allah Ta’ala setelah memerintahkan untuk bertaqwa berfirman yang artinya, “dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." , memperingatkan kepada kita dari menyelisihi perintahNya.
Umumnya ilmu Allah Ta’ala terhadap segala sesuatu dari apa yang kita kerjakan, sebagaimana ayat, “Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." .
Penetapan sifat ‘Penglihatan Allah’, dan ilmuNya terhadap segala apa yang kita kerjakan.
Bahwa bisikan hati tidaklah dihukum atau diadzab, karena hal itu bukan termasuk perbuatan, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memaafkan ummatku dari apa yang terbisik dalam hatinya selama belum mengerjakan atau mengucapkannya.” (HR. Muslim)
Di nukil oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim
Sumber : Tafsir al-Quran al-Karim oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Dar Ibnul Jauzi.
Maaf seandainya fahaman saya salah, namun kita perlu mempelajari ayat Al-Quran ini dengan kebijaksanaan. Bukanlah saya kata saya ni bijak, tapi maksud saya apabila kita baca ayat Al-Quran pastikan kita merujuk kepada orang yang mahir kitab dan bukan hanya dengan apa yang diri kita faham.
No comments:
Post a Comment